Selasa, 24 November 2020

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

Tharafah ibn abd

Tharafah menciptakan puisi sejak ia masih kanak-kanak dan dia muncul dalam bidang itu sehingga dalam usia belum mencapai dua puluh tahun ia sudah terhitung sebagai tokoh penyair terkemuka. Puisi panjangnya yang melukiskan unta uang terdiri dari 35 bait, merupakan puisi yang belum pernah ada seorang penyair pun yang menciptakan puisi seperti itu sebelumnya. Mu'allaqat-nya termasuk mu'allaqat yang paling indah, paling banyak memuat kata-kata unik, sarat dengan makna, dan tepat dalam penempatan kata (diksi). Diriwayatkan pula selain mu'allaqat, puisinya ada berbentuk lain, tetapi sangat sedikit bila dibandingkan dengan populeritasnya. Kiranya hal ini menunjukkan kepada kenyataan bahwa perawi itu tidak mengetahui lebih banyak mengenai puisinya atau dengan kata lain mereka (para perawi) kehilangan jejak dari kebanyakan puisi Tharafah.

Tharafah bagus sekali ketika memaparkan washf dalam puisinya, dengan singkat dan menjelaskan hakekat dengan tujuan yang melampaui batas, terikat dalam sebagian susunan kata dan lepas bebas dalam penjelasan kata dan makna yang tersembunyi. Demikian pula puisi hija'-nya (cercaan) nadanya keras sekali. Bait puisi mu'allaqat-nya adalah:

لخولة أطلال ببرقة ثهمد  #  تلوح كباقى الوشم فى ظاهر اليد

 "Untuk mengenang Khaulah ada reruntuhan di tanah berbatuan Tsahmada yang menyembul bagai kulit mengeras di permukaan telapak tangan"

Di antara bait-bait puisinya yang paling indah adalah:

أرى الموت يعتام الكرام ويصطفى  #  عقيلة مال الفاحش المتشدد

ألاى العيش كنـزا ناقصا كل ليلة  #  وما تنقص الأيام والدهر ينفد

لعمرك إن الموت (ما أخطأ الفتى)  #  لكالطول المرخى وثنياه باليد

متى ما يشأ يوما يقده لحتفه  #  ومن يك فى حبل المنية ينقد

 

"Aku melihat sang maut memilih orang mulia sejati, juga memilih orang mulia karena harta yang dia dapatkan melalui perbuatan jahat dan kejam"

"Aku lihat kehidupan adalah harta simpanan yang terus berkurang setiap malam"

"Demi Tuhan pemberi usiamu, sungguh sang maut itu (tidak akan menerkam pemuda) sungguh, dia bagaikan tali pengikat binatang yang salah satu ujungnya di genggaman tangan"

"Di suatu hari, kapan saja dia mau, dia akan menyeretmu, barang siapa dalam ikatan kematian, dia pasti akan mati"

Di antara bait-bait puisinya yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat adalah:

وظلم ذوى القربى أشد مضاضة  #  على المرء من وقع الحسام المهند

أرى الموت أعداد النفوس ولا أرى  #  بعيدا غدا ما أقرب اليوم من غد

ستبدى لك الأيام ما كنت جاهلا  #  ويأتيك بالأخبار من لم تزود

"Orang yang mendzalimi kerabat dekat lebih jahat daripada tusukan panah beracun"

"Kulihat sang maut merenggut jiwa-jiwa dan esok hari tidak kulihat sebagai saat yang jauh, betapa dekatnya hari ini dari hari esok"

"Hari-hari akan memperlihatkan kepadamu apa yang dulu kau tidak ketahuim, akan datang kepadamu dengan membawa berbagai berita

قد يبعث الأمر الصغير كبيره  #  حتى تظل له الدماء تصبب

 "Kadang kala persoalan kecil tumbuh menjadi besar, hingga karenanya darah pun terus mengucur"

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

Biografi Amr Bin Kulsum

Penyair yang bernama lengkap Amr bin Kultsum bin Malik bin 'Uttaab (عمرو بن كلثوم بن مالك بن عتاب) dari kabilah Euphrat ia lahir di kalangan keluarga bangsawan, sejak usia 15 tahun dia sudah menjadi pemimpin golongannya. ini mempunyai gelar Abu al-Aswaad (أبو الأسود). Yah sesuai dengan gelarnya ia termasuk kulit hitam. Penyair yang lahir di bagian Utara Jazirah Arab ini, masuk kejajaran Penyair Mua'allaqat.  Ia pernah berkelana ke Syam, Irak, dan Najd. Sebenarnya Para Sejarah sastra tidak bisa memastikan kapan ia lahir. Namun, Caussin de Perceval berpendapat Ia lahir sekitar 525 M.

Adapun Bapaknya termasuk salah satu pemimpin kaumnya, menikah dengan Laila binti al-Muhalha (ليلى بنت المهلهل). Ayahnya ini termasuk Penyair gagah terkenal pada perang Taghalib dan Bakar. Maka Abu Al-Aswad ini hidup dikeluarga pemimpin kabilah terkuat pada masa jahiliyah., kehidupannya penuh dengan peperangan, bahkan ia berhasil membunuh Amr bin hindun, raja Hirah. Ia menghina ibunya, sehingga Amr bin Kultsum marah dan membunuhnya dengan sebilah pedang. Dalam puisinya :

 إذا بلغ الفطام لنا صبيّ  ¤  تخرّ له الجبابر ساجدينا

 ”Apabila anak kita sudah sampai waktu penyapihan (berhenti menyusu), maka orang-orang besar dan sombong akan tunduk sujud kepadanya”

Di antara puisi fakhr-nya yang tinggi dalam mu’allaqat-nya adalah:

وقد علم القبائل من معد  ¤  إذا قبب بأبطحها بنينا

بأن المطعمون إذا قدرنا  ¤  وأنا المهلكون إذا ابتلينا

وأنا المانعون لما أردنا  ¤  وأنا النازلون بحيث شينا

وأنا التاركون إذا سخطنا  ¤  وأنا الآخذون إذا رضينا

ونشرب إن وردنا الماء صفوا  ¤  ويشرب غيرنا كدرا وطينا

إذا ما الملك سام الناس خسفا  ¤  أبينا أن نقر الذل فينا

لنا الدنيا ومن أمسى عليها  ¤  ونبطش حين نبطش قادرينا

بغاة ظالمين وما ظلمنا  ¤  ولكنا سنبدأ ظالمينا

ملأنا البرّ حتى ضاق عنا  ¤  ونحن البحر نملؤه سفينا

إذا بلغ الرضيع لنا فطاما  ¤  تخر له الجبابر ساجدينا

 ”Kabilah-kabilah telah mengetahui siapa yang berbahagia, jika berkemah di dataran luas kami pun membangun perkemahan”

“Bahwa kami adalah orang-orang yang bisa makan, bila kami mampu mendapatkan makanan”

“Dan kami adalah orang-orang yang porak-poranda, bila kami tak henti dihantam bencana”

“Kami adalah orang-orang yang mampu menahan diri, tidak sembarangan menggapai apa yang kami kehendaki, dan kami adalah orang-orang yang tinggal dimana kami suka,

“Dan kami adalah orang-orang yang meninggalkan sesuatu bila kami tidak suka, dan kami adalah orang-orang yang mengambil bila kami memang suka”

“Kami minum bila menemukan sumber air yang jernih, sedangkan selain kami mau minum dari air yang keruh bercampur tanah”

“Jika seorang raja mengungguli manusia dengan perbuatan rendah, maka kami akan menolak dan tidak membiarkan diri kami berbuat rendah”

“Kami memiliki dunia dengan semua orang yang berada di atasnya, kami berkuasa ketika kami mampu menguasai”

“Orang-orang dzalim berbuat kejam dan kami tidak mau mendzalimi, tetapi kami akan mulai melawan orang-orang yang mendzalimi kami”

“Kami telah memenuhi daratan sehingga kami merasa sesak terjepit, dan kami memenuhi lautan dengan perahu-perahu kami”

“Bila bayi di kalangan kami mencapi usia dipisah dari menyusuinya, orang-orang perkasa pilihan pada tersungkur bersujud padanya”

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

Biografi Lubaid Bin Rabi’ah

Nama lengkapnya adalah Lubaid bin Rabi’ah bin Malik. Ia sering juga dijuluki Abu ‘Uqail al-‘Amiry. Ia termasuk salah satu penyair yang disegani pada masa jahiliyyah (Pra-Islam).

Ibunya berasal dari kabilah ‘Abas. Lubaid dilahirkan sekitar tahun 560 M. Selain sebagai penyair, ia juga dikenal sebagai orang dermawan dan pemberani. Sifat kedermawanannya diwarisi dari ayahnya yang dijuluki dengan “Rabi’ al-Muqtarin”. Sedangkan sifat keberaniannya diwarisi dari kabilahnya.

Lubaid bin Rabi’ah adalah penyair era Jahiliyyah. Dalam dunia sastera Arab, para penyair dibagi berdasarkan zaman kehidupannya. Orang-orang yang hidup dan menjadi penyair sebelum Islam disebut sebagai penyair era Jahiliyah. Lubaid bin Rabiah dikarunia usia cukup panjang. Dia hidup di atas seratus tahun, sekitar enam puluh tahun usianya dihabiskan dalam masa jahiliyah dan sisanya dalam kedamaian Islam.

Pada masa awal-awal Islam, syair-syair Lubaid bin Rabi’ah mulai terpengaruh oleh al-Quran dan isinya banyak mengandung ajaran-ajaran yang bernafaskan Islam, meski dia sendiri belum menyatakan keislamannya. Salah satu bait syairnya yang “bernafaskan Islam” itu adalah berikut ini:

اَلاَ كُلُّ شَيْئٍ ماَ خَلا الله باَطِلُ * وَكلّ نــَعِيْمٍ لاَ مـَحَالـَةَ زَائِلُ

وكُلُّ أُناسٍ سَوْفَ تَدْخُلُ بَيْنَهُمْ * دَوِيـْهِيَّةٌ تـَصْفَرُّ مِنْها اْلأنامِلُ

وكُلّ امْرِئٍ يـَوْمًا سيَعْلَمُ غَيْبَهُ * إذا كُشِفَتْ عِنْد اْلاِلَهِ الْحَصَائِلُ

Sesungguhnya segala sesuatu selain Allah pasti akan lenyap * dan setiap kenikmatan, tanpa terkecuali, pasti akan sirna.

Dan pada suatu saat, setiap orang pasti akan didatangi * oleh maut yang memutihkan jari-jemari mereka.

Setiap orang kelak pada suatu hari pasti akan mengetahui amalannya * ketika telah dibuka di sisi Tuhan segala catatannya”.

Demi mendengar bait syair di atas, Rasulallah SAW memuji syair Lubaid sehingga beliau berkomentar:

اَصْدَقُ كَلِمَةٍ قَالـَها شَاعِرٌ كـَلِمَةُ لُبـَيْدٍ (الا كلّ شيئ ما خلا الله باطل)

“(Sungguh) sebenar-benar syair yang pernah diucapkan seorang penyair adalah karya Lubaid yang berbunyi: “Sesungguhnya segala sesuatu selain Allah pasti akan lenyap.” (HR Bukhari-Muslim)

Walaupaun Lubaid bin Rabi’ah memeluk Islam, namun para kritikus sastera Arab tetap memasukan dia sebagai penyair era Jahiliyah. Hal itu dikarenakan, setelah menyatakan diri masuk Islam, Lubaid tak lagi membuat syair. Dia telah terpukau dengan keindahan Al-Qur’an.. Pada zaman Jahiliyyah puisi-puisinya banyak membicarakan seputar pujian (madah), mencaci atau mengejek (hija’), bahkan banyak dari puisinya yang berisikan kebanggaan terhadap kaumnya. Seperti yang terdapat dalam kutipan puisi di bawah ini:

إنا إذا التقت المجامع لم يزل  ¤  منا لزاز عظيمة جشامها

ومقسّم يعطى العشيرة حقها  ¤ ومغذمر لحقوقها هضامها

فضلا وذو كريم يعين على الندى  ¤  سمح كسوب رغائب غنامها

من معشر سنّت لهم آباؤهم  ¤  ولكل قوم سنة وإمامها

لايطبعون ولايبور فعالهم  ¤  إذ لا يميل مع الهوى احلامها

وهم السّعاة إذا العشيرة افظعت  ¤  وهم فوارسها وهم حكّامها

وهم ربيع للمجاور فيهم  ¤  والمرملات إذا تطاول عامها

 ”Bila beberapa kabilah sedang berkumpul, maka kaumku akan menandingi mereka dalam berdebat ataupun bertanding”

“Kaumku adalah pembagi yang adil, yang memberikan hak keluarganya, dan kaumku adalah sangat pemarah kepada siapa pun yang merampas hak keluarganya”

“Kaumku menolong dengan suka rela, karena mereka suka menolong, suka memaafkan, dan suka pada suatu kemuliaan”

“Kaumku berasal dari keturunan yang suka pada kemuliaan, dan bagi setiap kaum pasti mempunyai adat dan pemimpin sendiri”

“Kaumku tidak pernah merusak kehormatannya dan tidak suka mengotori budi pekertinya, karena mereka tidak senang mengikuti hawa nafsu”

“Bila keluarganya sedang tertimpa musibah, mereka akan membantu, merekalah pahlawan bila keluarga sedang terserang dan merekalah yang akan menundukkan musuh”

“Kaumku adalah penolong bagi siapa pun yang meminta pertolongan, dan pembantu bagi janda yang tertimpa kemalangan”

Satu-satunya bait syair yang dibuat oleh Lubaid bin Rabi’ah setelah ia masuk Islam adalah berikut ini:

الحمدُ لله ان لـَمْ يَأتـِنِى أَجَلِىْ * حـَتىَّ لـَبِسْتُ مِنَ اْلإسلامِ سِرْبالا

“Segala puji bagi Allah, yang belum mempertemukanku kepada ajalku * sampai aku mengenyam dalam Islam nafas kedamaian”.

Akhirnya, Lubaid bin Rabi’ah mengembuskan nafas terakhirnya di Kufah Iraq pada sekitar tahun 661M / 41 Hijriah.

Semoga Allah mengampuni segala salah dan khilafnya. Amin

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

 Biografi Asya Ibnu Alqois

Nama asli penyair ini adalah Abu Bashir Maimun Ibn Qais Ibn Jundul Al- Qaisy. Lahir dan besar di daerah Yamamah disebuah desa yang bernama Manfuhah. Keahlian berpuisinya didapat dari pamannya Al- Musayyab ibn Alas. Para Ahli sastra menggap bahwa Al Asya adalah sebagai orang keempat yang sangat pandai bersyair setelah Umru Al- Qais, Zuhair bin Abi Sulma, dan Nabighoh Adz Dzibyani. Tidak ada petunjuk atau riwayat tentang masa kecil dan perkembangan beliau, kecuali ia di lahirkan di wilayah Manfuhah di Yamamah.

Mengenai keluarganya tidak ada yang menyebutkan dengan detail bagaimana keadaannya, tetapi disebutkan bahwa ayahnya dijuluki sebagai  qatilul ju’I karena ketika sedang dalam perjalanan ayah dari Al- A’sya berteduh dalam sebuh goa untuk berlindung dari kepanasan tiba-tiba bebatuan dari Atas gunung jatuh dan menutupi pintu goa tersebut, sehingga ayahnya mati karena kelaparan, karena peristiwa ini sampai-sampai ada seorang penyair yang mengejek ayahnya dengan puisi sebagai berikut :

أبوك قتيل الجوع قيس بن جندل # وخالك عبد من خماعة راضع

Bapakmu mati karena kelaparan (korban kelaparan) Qais Ibn Jandal, dan pamanmu hamba dari khabilah Khuma’ah yang rendahan.

Penyair ini ditakuti oleh orang-orang karena ketajaman lidahnya, dan sebaliknya ia juga disenangi orang apabila dia memuji orang tersebut, karena dengan pujiannya orang itu akan menjadi terkenal seketika.

Diriwayatkan pada suatu cerita bahwa di kota Mekkah terdapat sorang miskin yang bernama Mukhalik. Orang ini mempunyai tiga orang putri yang belum mempunyai jodoh karena miskin Pada suatu ketika keluarga ini mendengar kedatangan Al – A’sya ke Mekkah, maka istrinya meminta kepada suaminya untuk mengundang Al- A’sya ke rumahnya.

Setelah A’sya datang ke rumah itu, istrinya memotong seekor unta untuk menjamu A’sya. Penyair ini sangat heran sekali dengan kedermawanan orang miskin ini, ketika A’sya keluar dari rumah itu, ia langsung pergi ke tempat orang berkumpul untuk mengabadikan kedermawanan Mukhalik dalam suatu bait puisinya yang sangat indah sekali, sehingga setelah itu banyak orang meminang ketiga putri Mukhalik. Puisi yang diucakpan A’sya sebagai berikut:

أرقت وما هذا السهاد المؤرق # وما بي من سقم وما بي تعشق

لعمرى قد لاحت عيون كثيرة # إلى ضوع نار في الفياع تحرق

نشب لمقرورين يصطليا نها # وبات على النار النّدى و المحلق

رضيعى لبان ثدى أم تقاسما # بأسحم داج : عوض لا نتفرقّ

ترى الجود يجرى ظاهرا فوق وجهه # كما زان متن الهندوانى رونق

يداه يدا صدق : فكف مبيدة # وكفّ إذا ما ضنّ بالمال ينفق

Aku tak dapat tidur dimalam hari bukan karena sakit ataupun cinta.

Mata yang melihat api yang menyala diatas bukit itu.

Api itu dinyalakan untuk memanaskan tubuh kedua orang yang sedang kedinginan di malam itu.

Dimalam itu lah Mukhalik dan kedermawannya sedang bermalam.

Di malam itu keduanya saling berjanji untuk tetap bersatu.

Kamu lihat kedermawanan di wajahnya seperti pedang yang berkilauan.

Kedua tangannya selalu benar, yang satu untuk membinasakan sedan yang lain untuk berderma.

Pada akhir tahun keenam hijriah (628 M), A’sya berangkat ke Madinah dengan membawa puisi pujian kepada Nabi. Para pemuka Quraisy sangat ketakutan bila pujian ini disampaikan kepada Nabi akan membangkitkan syiar dakwah Islam. Sebelum sampai ke Madinah para pemuka Quraisy mengumpulkan hadiah besar dan menyerahkannya ke A’sya dengan syarat ia harus kembali ke Yamamah. A’sya kemudian mengurungkan niatnya menemui Nabi , kemudian kembali pulang ke Yamamah,

 

Cerita singkat perjalanan A’sya dalam menemui Nabi.

satu syair al A’sya yang menimbulkan kekhawatiran bagi orang musyrik waktu itu yaitu mengenai syair madahnya yang akan ia tujukan kepada Rasulullah Saw.

Ketika al A’sya mengetahui telah diutusnya nabi Muhammad, iapun segera melakukan perjalanan untuk bertemu rasul. Ketika hamper sampai di madinah sebagian orang musyrikin menghalanginya. Orang-orang musyrik merasa khawatir karena dengan kedatangan al-a’sya akan membuat kaum muslimin menjadi lebih kuat. Seketika itu Abu Sufyan bin Harb menemui a’sya bin qais.

“ wahai a’sya, agamamu dan agama orang tuamu lebih baik bagimu”

“ tidak, justru agamanya lebih baik dan lebih lurus”, sahutnya.

Orang-orang musyrik itu mulai bermusyawarah dan mencari cara untuk mencegah al a’sya dari memeluk agama islam. Mereka lalu berkata:

“ wahai a’sya, Muhammad itu mengharamkan zina”

“aku seoranh lelaki tua yang tidak punya kepentingan dengan wanita”, jawab a’sya.

“Muhammad mengharamkan khamar”, sahut mereka lagi

“ khamar itu menghilangkan akal dan menghinakan seseorang, aku tidak berkepentingan dengan khamar”, jawabnya.

Ketika orang-orang musyrik melihat tekad a’sya yang kuat untuk masuk islam, merekapun menawarkan kepada a’sya untuk memberikan 100 unta asalkan a’sya mengurungkan niatnya bertemu rasulullah. Beberapa saat a’sya terdiam . mulailah ia mempertimbangkan bujukan kaum musyrik. Syaitanpun berhasil menguasai akalnya. Al a’sya pun menoleh seraya berkata “ jika dengan harta, baiklah”.

Dengan serta merta abu sufyan mengajak a’sya mampir kerumahnya. Esampainya mereka disana, abu sufyan mengumpulkan para sahabatnya dan berkata “ kawan-kawan bangsa qurays, inilah a’sya. Andaikan ia jadi bergabung dengan Muhammad, akibatnya bisa membahayakan kalian semua bang arab. Oleh karena itu kumpulkan 100 onta merah ”.

Sahabat-sahabat abu sufyan pun segera mengumpulkan 100 onta yang diminta oleh pemimpin mereka. Setelah terkumpul, onta itu diberikan kepada A’sya. Akhirnya A’sya pun mengurungkan niatnya berjumpa dengan nabi Muhammad.

Saat diperjalanan pulang, a’sya mengalami kecelakaan, ia jatuh dari onta yang ditungganginya dan terinjak-injak onta. Al-A’sya pun meninggal dunia dikarenakan hartanya sendiri.

Jika di lihat dari peristiwa di atas, tergambar kondisi sosial dan politik pada masa itu. Penyair cukup berperan penting dalam menyebarkan pengaruh, karena sebab itu kaum musyrikin merasa khawatir dan takut jika saja ada seorang penyair yang ingin bertemu nabi dan akhirnya akan membela beliau. Sedangkan kondisi politiknya yaitu masyarakat arab yang dipimpin oleh seorang ketua kabilah. Mereka akan mematuhi apa yang dikatakan pemimpin mereka. Contohnya pada peristiwa diatas, ketika abu sufyan memerintahkan mengumpulkan onta mereka pun melaksanakan perintah itu. Selain itu kecerdasan orang arab khususnya kaum musyrikin dalam membuat rencana dan taktik agar a’sya tidak dapat bertemu Nabi Muhammad. Mulai dari menawarkan wanita, kharam hingga harta. Jelas terlihat bahwa kaum musyrikin akan melakukan cara apapun agar tujuan mereka terpenuhi.

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

 An-Nabighah Adz-Zibyani

Dia adalah Abu Umamah Ziyad bin Muawiyah, dijuluki dengan nama An-Nabighah dikarenakan ia tidak pernah mengungkapkan sebuah syairpun sampai akhirnya tersingkap dengan sendirinya ketika ia mengungkapkan syairnya kepada orang-orang di zaman jahiliyyah dengan syair-syairnya yang mengalahkan keindahan beberapa syair-syair dari para penyair di zaman itu, dan ia memiliki materi yang luas dan tidak terputus maka kemudian ia dijuluki dengan air yang mengemuka (الماء النابغ)

An-Nabighah merupakan salah satu dari tiga penyair terkenal yang baik dan tidak memiliki cela, dan mereka itu ialah Imroul Qais, Zuhair, dan an-Nabighah. Ia memiliki kelebihan di antara keduanya dengan keindahan kata-kata yang dimilikinya, kelembutan kata-katanya, kejernihan pemikirannya, dan kesesuaian syairnya dengan hawa nafsu, dan karenanya tidak ada satu syairpun dari para penyair yang selalu didengungkan oleh orang-orang pada zamannyanya itu melebihi yang didengungkan oleh orang-orang terhadap syairnya an-Nabighah.

Berikut beberapa syair-syairnya:

ولست بمستبق أخا لاتلمه # على شعث أى الرجال المهب

دعوك ياكلب فلم تجبني # وكيف يجيبني البلد القفار

أجبني ياليت ك ده * لقد فجعت بفارسها نزارا

ألم تر أن الإله أعطاك سؤرة # ترى كل ملك تؤتها يتدب

بأنك شفت والمؤك كواكب # إذا طلقت لم يت منه گؤگت

Bukanlah engkau orang yang bergegas kepada saudaranya yang engkau tidak mengumpulkannya atas ketersebaran, mana di antara para tokoh yang berbudi pekerti”.

Wahai Kulaib, aku memanggilmu, mengapa engkau tidak menjawabku. Dan bagaimanakah sebuah Negara yang lengang akan menjawabkuWahai Kulaib jawablah selain kamu tercela kabilah Nizar telah merasa pedih karena penunggang kudanya”.

Tidakkah engkau tahu Tuhan memberimu satu kemuliaanEngkau melihat semua raja sedang bimbang. Engkau bagaikan matahari. Mereka bagaikan bintang-bintang jika matahari terbit, maka satu bintangpun tak nampak”.

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

 Biografi Zuhair bin Abi Sulma

Zuhair bin Abi Sulma adalah salah satu dari tiga penyair jahiliyah yang terkenal, yaitu : Umru’ Al-Qais, Zuhair bin Abi Salma, dan Nabighoh Adz-Dzibani.Tidak diketahui dengan pasti siapa diantara mereka yang terlebih dahulu dikenal sebagai penyair hebat. Keturunannya, Zuhair bin Rabi’ah bin  Rayyah bin Qurah bin Harits bin Muzanni bin Tsa’labah bin Tsaur bin Harmah bin Ashom bin Utsman bin Amru bin Udda bin Thabihah bin Ilyas bin Mudhol bin Nizar bin Ma’adi bin Adnan. Rabi’ah menikah dengan wanita dari bani Suhaim dan masih mempunyai ikatan nasab dengan bani Fahr bin Murah bin Auf bin Sa’ad bin Dzibyan. Zuhair terlahir di tengah kabilah bani Mazinah  yang bermukim disekitar Madinah.

Meski terlahir ditengah kabilah bani Mazinah tapi Zuhair besar dipemukiman bani Abdullah bin Ghatafan di daerah Najd. Rabi’ah meninggal sebelum Zuhair lahir. Lalu Zuhair beserta kedua saudaranya, Sulma dan Khansa diasuh oleh pamannya Basyamah bin Ghadir. Pasca wafatnya Rabi’ah, ibunya menikah dengan Aus bin Hajar, seorang panyair arab yang terkenal dari bani Tamim.

Keistimewaan karyanya terletak pada kekuatan bahasa dan susunan kata-katanya, banyak terdapat kata-kata asing (sulit) dalam puisinya, dia berupaya untuk mencari hakekat makna asli untuk mengeluarkannya pada konkrisitas materi yang sebenarnya. Dengan kekuatan akal dan wawasannya dalam penggambaran-penggambaran dan imajinasinya. Pada umumnya, apa yang diungkapkannya tidaklah jauh dari hakekat realitas yang konkret. Zuhair juga termasuk penyair masa Jahiliyyah yang terkenal dalam pengungkapan kata-kata hikmah dan pribahasa. Dalam kehidupannya ia terkenal dengan konsistensi dan kecerdasannya. Pendapatnya sesuai dengan kehidupannya. Posisi kesusastraannya, menurut kebanyakan para kritikus sastra Arab, dibangun atas hikmah dan kata-kata bijak yang dikenal pada masanya (Karum al-Bustani, 1953:6).

  1. Ciri-ciri kekhususan syair Zuhair
  2. Dari segi lafadz

Dalam pemilihan lafadz Zuhair sangatlah teliti, ia menggunakan rasa dan jiwa sastrawanya untuk memperindah lafadz-lafadz syairnya. Terkadang ia juga menggunakan kata-kata asing dalam syairnya, dia berupaya untuk mencari hakekat makna asli untuk mengeluarkannya pada konkrisitas materi yang sebenarnya.

  1. Dari segi uslubnya

Dalam syiir-syiirnya Zuhair banyak menggunakan bermacam-macam uslub balaghiyah. Didalamnya terdapat istiarah, tasybih, kinayah, dan tibaq. Sebenarnya uslub-uslub itu terjadi secara tidak sengaja dalam syair-syairnya karena memang pada masa itu belum di bukukan secara rinci mengenai uslub-uslub balaghiyah seperti sekarang ini. Semua ini karena ketinggian jiwa kesastraanya Zuhair yang diwarisi dari keluarganya dan juga pengaruh lingkungan dimana ia hidup. Karena uslub-uslub yang tinggi inilah ia diposisikan oleh ahli kritik sastra pada rtingkatan yang tinggi di antra para penyair-penyair jahiliyah yang lain.

Beberapa uslub keindahan bahasa dalam syair Zuhair ini antara lain:

  1. Ijaz-nya bagus dan suka membuang tambahan pembicaraan serta kata-kata yang kurang dipelukan, sehingga ia menciptakan sedikit kata banyak makna.
  2. Madah-nya bagus dan menjauhi kedustaan di dalamnya. Dia tidak memuji seseorang melainkan karena akhlaknya dan sifat-sifat terpuji yang diketahuinya.
  3. Syairnya sedikit sekali mengandung kata-kata yang buruk. Oleh karena itu, syair-syairnya bersih dan sedikit sekali adanya cercaan di dalamnya.
  4. Banyak mengungkapkan amtsal (pribahasa) dan kata-kata hikmah, sehingga penyair ini dianggap sebagai orang yang pertama dalam menciptakan kata-kata hikmah dalam puisi Arab, yang kelak akan diikuti oleh penyair lainnya, seperti Shalih bin Abdul Kudus, Abu al-Atahiyah, Abu Tamam,      al-Mutanabby, dan Abu al-Ala’ al-Ma’ary dari kalangan Arab peranakan (al-Muwalidin).
  1. Dari segi ma’aninya

Kata kata dalam syiir Zuhair keluar dari dalam dirinya sendiri, bersumber dari rasa kesastraanya, didorong oleh lingkungan hidupnya yang dipenuhi dengan jiwa kesastraan.

Bila ia ingin memuji suatu hal misalnya, maka ia memilih pada kata-kata yang konkrit dan dekat dengan keadaan faktual yang ada disekitarnya. Ia tidak banyak mengada-adakan kalimat yang tidak jelas maksud dan tujuanya.

Dalam syiir-syiirnya Zuhair banyak mensyiarkan tentang hikmah-hikmah kebenaran, kejujuran, kabar-kabar yang terjadi di sekelilingnya. Karena itu para ahli syair jahily banyak yang menggunakan syiir-syiir Zuhair dalam hal hikmah.

  1. Dari segi khoyyal

Dalam pembuatan syiir-syiirnya Zuhair tidak menggunakan imajinasi2 yang sulit dipahami dan berlebihan. Tetapi ia menggunakan khoyyal yang mudah, mendekatkan makna yang jauh, menjelaskan kalimat2 yang asing. Ia lebih menggunakan istiarah yang benar, kinayah yang dekat, ataupun tasybih yang mudah

 

Senin, 23 November 2020

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah



 

Biografi Imru’ul Qois

Imru'u al Quais, Ibn Hujr Al-Kindi atau yang biasa kita sebut Ameru Al-Qays adalah seorang penyair Arab abad ke 6 seoarang pengarang muqallat antologi para islam bahasa arab kesusastraan dia adalah anak laki-laki dari dari  Hujr raja terakhir kaidar Ameru Al-Qays yang berkuasa di Yaman dilahirkan sekitas tahun 501 dan meninggal pada tahun 544 ibunya bernama Fatmah Bin’t Rabia’ah dia mempunyai saudara perempuan bernama kulib dan Al-Muhalhl mereka adalah sosok pemimpin yang terkenal di Arab. Ameru AL-Qays dijuluki dengan sebutan Imru Al-Qais bint Aban teman teman akrab dari pamannya Al-Muahalhl.

Meskipun dia dibesarkan dalam kemewahan sebagai bagain dari anak seorang raja, dia juga menderita karena dia diasingkan dari kekuasaan setelah pembunuhan ayahnya. Oleh sebab itu orang Arab menamainya Al malek al delleel atau Raja Bayangan. Dia juga gemar menulis puisi cinta, dan diperkirakan sebagai pencipat Qasida, atau Ode bahasa Arab klasik.Dia diperkirakan dibunuh oleh Emperor Justinian I, yang mengiriminya sehelai mantel yang diracuni, ketika emperor tahu bahwa al-Qays mempunyai hubungan dengan seorang puteri di istananya. Puisinya disimpan di The Divans Wilhelm Ahlwardt yaitu berupa enam puisi Arab kuno (London, 1870), dan sudah diterbitkan secara terpisah pada Le Diwan d'Amro'lkats William McGuckin de Slane (Paris, 1837); dan juga dalam versi Jerman dengan catatan di Amrilkais Friedrich Rückert der Dichter und König (Stuttgart, 1843)

Amrul Qais Umrul Qais adalah penyair arab jahili yang hidup pada 150 tahun sebelum hijrah. Jululukannya Al-Malik Ad Dhalil (raja dari segala raja penyair), penyair ini berasal dari suku Kindah yang pernah berkuasa penuh di Yaman. karena itu penyair ini dikenal dengan penyair Yaman (Hadramaut). Syamsuddin dan Hambali (1993: 200) mengatakan dia merupakan penyair yang pertama kali memperindah makna lantunan syair serta memakai bahr tiwaal begitu juga dia yang pertama kali mensifati wanita dengan pedang, banteng, dan telur yang terpelihara. Umrul qais seorang anak raja Yaman bernama Hujur Al-Kindy, Ibunya Fatimah binti Rabia’ah. Segi penyair ini sangat berpengaruh dalam kepribadian penyair ini, ia dibesarkan di Nejed dengan kehidupan dunia yang melimpah dan dalam lingkungan keluarga yang suka berfoya-foya. Kebiasaan buruknya penyair ini sering mabuk-mabukan, bermain cinta dan melupakan kewajibannya sebagai putra mahkota yang seharusnya mawas diri dan melatih diri memimpin masyarakat karena peringainya buruk ayahnya sering memarahinya dan akhirnya ia dibuang, diusir oleh ayahnya dari Istana. Selama dalam pembuangan penyair ini mengembara kesegala penjuru jazirah Arab dan kelak pengembaraan inilah yang membawa pengaruh kuat dalam syairnya, karena dari pengalaman pengembaraan seluas itulah ia mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru baginya. Umrul Qais bergabung bersama orang-orang Badui, orang Badui ini sangat senang bergabung dengan Umrul Qais karena ia banyak harta dan pendukungnya.

 Ketika Umrul Qais sedang asyik berfoya foya, tiba-tiba datang kabar kematian ayahnya terbunuh ditangan Kabilah bani Asaf yang sedang memberontak kepada kekuasaan ayahnya. Kematian ayahnya itu menuntut Umrul Qais untuk kembali ke Nejed agar dapat membalas kematian orang tuanya. Panggilan itu tidak disambut baik oleh Umrul Qais, bahkan dengan sambil bermalas-malasan ia berkata: “dulu semasa kecilku aku dibuang, kini setelah dewasa aku debebani oleh darahnya, biarkan saja urusn itu, sekarang adalah waktunya untuk mabuk-mabukan dan besok untuk menuntut darahnya. Namun tak lama kemudian penyair ini berangkat menuju ke Nejed untuk menuntut balas kematiaan orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umrul Qais terpaksa meminta bantuaan ke kabilah-kabilah Arab yang berada disekitarnya. Sehingga pertempuran ini berkecanuk lama dan akhirnya ia terdesak, melarikan diri menuju kekerajaan Romawi Timur (Bizantium) di Turki. Di tengah perjalanan penyair itu terbunuh oleh musuhnya dan dimakam kan di kota Angkara Turki.

Puisi umruul al- qais banyak yang hilang, yang tersisah hanya sebagian kecil yang terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah di cetak pertama di Paris tahun 1838,  cetakan kedua di lengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun 1865, cetakan ketiga 1890 di Mesir, cetakan terakhir di terjemahkan di dalam bahasa latin dan bahasa Jerman dengan tiga puisinya yang terkenal.

قِفاَ نَبكِ من ذِكرى حَبِيبٍ و مَنزِلٍ       *       بِسِقطِ اللوَى بينَ الدخُول فَحَومل

الاعِمْ صَباحاً ايُّها الطّللٌ البالى                *          وَهلْ يَعِمَنْ مَنْ كانَ في العُصرِ الخالى

 خَليْليَّ مُرًّ بينَ على أُمِّ جُنْدُبٍ          *         لِتَقضَى لباناتِ القُؤاد المُعَدَّبِ

Marilah kita berhenti sejenak, dan meratapi kekasih di daerah Syiqtulliwa, yaitu kota yang terletak antara kota Dakhul dan Haula. Karena kota tersebut dalam benakku mengandung makna khusus untuk mengenang peristiwa penting dan kenangan abadi yang terjadi antara saya dan kekasih saya.

Hai tempat yang dahulu, lamakah masa pagimu, apakah si penghuni sekarang juga masih tetap seperti penghuni dahulu sebagaimana saya ketahui itu.

Kekasihku dulu bernama Umi Jundub, marilah kita semua berhenti sejenak di bekas tempat tinggalnya itu sebagai pelipur lara dan penghibur hatiku yang sedang duka.”

Ghazal  tersebut diatas adalah mempunyai gaya bahasa yang tersendiri, dan gaya bahasa tersebut juga sudah biasa dipakai penyair-penyair kita yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa dengan mengenang kisah cinta abadi yang masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan kekasihnya ( Unaizah atau Fathimah ) di samping itu, penyair juga menentukan bahwa dirinya mengenal dan mendalami kejiwaan wanita. Kadang – kadang Umruu al-Qais juga mengenang keindahan wanita bersama dengan mengenang kenikmatan harta benda dan kekayaan sebagai seorang putra raja.

Kadang – kadang ia mengungkapkan puisi ghazal bersamaan dengan mengungkap tujuan lain, misalnya : memanggil seseorang, meratapi seseorang, mengharapkan seseorang, merasakan kehinaan dan merasakan keluhuran sebagaimana ungkapannya.:

أَفاَطِمُ مَهْلاً بَعْدَ هذاالتَّذَلُّل      *      وَإِنْ كُنْتِ قَدْ أزْمَعْتِ صَرْمى فأَجْمِلىْ

أغُرُّكِ مِنِّى أنَّ حُبّك قَاتِلِىْ     *     وَإنّكَ مَهْماَتأمُرِىْ القَلبَ يَفعَلِ

Hai Fathimah, tunggulah sebentar, coba dengarkanlah kata-kata ini, apakah kau akan memutuskan cintaku ini, setelah kau mencintaiku dengan sepenuh hati?

Apakah kau merasa tertipu dengan cinta yang kuberikan kepadamu itu? Itulah yang menyebabkan hatiku gundah dan putus harapan, katakanlah dengan terus terang wahai kekasihku, apakah dinda merasa tertipu?”

Ada lagi puisi Umruu al-Qais yang sudah diabadikan yang disebut Mu’allaqat, yaitu dia mengungkapkan kegelapan malam dan keindahan kudanya:

وَلَّيلِ كَمَوْجِ البَحْرِ أرْخَى سُدُوْلهُ     *    عَلَيَّ بِأَنْواعِ الهُمُوْمِ لِتَبْتَلى

فَقُلت لهُ لَمّاَ تَمَطَّى بصلّبهِ             *     وَأرْدَفَ إعْجازاً وَناَءَ بكَلّكَلِ

ألاأيُّهاَ اللّيْلُ الطويلُ ألاَانجَل          *     بصبحِ وَماَ الإصباحُ مِنْكَ بأمْثلِ

 فَياَلكَ مِنْ لَيْلٍ كَأَنَّ نُجُوْمَهُ            *     بكُلِّ مَغاَرِالفتلِ شُدَّتْ بيَذْبَلِ

           Artinya : “Malam bagaikan debur ombak lautan yang menggelarkan airnya, saya merasakan musibah beban saya yang makin berat, terus-menerus dan bertubi-tubi tanpa henti-hentinya, apakah dengan musibah itu saya masih bisa menunjukkan kesabaran atau saya malah tidak tabah bahkan selalu ketakutan?

Setelah saya memperkirakan bahwa beban musibah itu hampir usai, namun perkiraan saya itu meleset, jadi musibah bukan usai tetapi malah makin menjadi-jadi dan sayapun makin terseok-seok kepenatan.

Oleh karena itu, maka saya katakan pada malam yang gelap, “Hai malam percepatlah perjalananmu segera selesaikan tugasmu, agar kegelapanmu cepat hilang, dan beban pikiranku yang kacau balau cepat berganti dengan kejernihan dan keindahan sinar pagi. Saya mengira pagi lebih baik daripada kegelapan malam.

Namun ternyata perkiraanku meleset juga, sinar pagipun tidak membawa kecerahan, ketenangan, dan keamanan, kedukaanku terus bertambah siang dan malam.

Biografi Tokoh-tokoh penyair pada masa Jahiliyah

Al-Haris ibn Hilza

Nama lengkapnya Al-Haris ibn Hilza Al-Yasykari bil Bakri. Diriwayatkan bahwa Amru ibn Hindi Raja Hirah ingin menjadi mediator perdamaian antara kabilah bakr dan taghlib setelah terjadi perang al-Basus. Al-Ḥārith ibn Ḥilliza al-Yashkurī ( Arab : الحارث بن حلزة اليشكري adalah seorang penyair Arab pra- Islam dari suku Bakr , dari abad ke-5. Dia adalah penulis salah satu dari tujuh puisi pra-Islam terkenal yang dikenal sebagai Mu'allaqat . Sedikit yang diketahui tentang detail hidupnya.

Kisah mu'allaqa yang disusun al-Harits adalah sebagai berikut.  Perselisihan telah muncul antara orang-orang Taghlib dan orang-orang Bakr setelah sejumlah pemuda Taghlib meninggal di gurun. Orang-orang Taghlib memilih pangeran mereka, Amr ibn Kulthum , untuk membela tujuan mereka di hadapan Amr ibn Hind (w. 569), raja al-Hirah di Irak selatan. Ibn Kulthum membela tujuan Taghlib dengan mengucapkan mu'allaqāt keenam. Pertengkaran kemudian terjadi antara Ibn Kulthum dan al-Nu'man, juru bicara Bakr, akibatnya raja memecat mereka berdua dan meminta al-Harith untuk bertindak sebagai juru bicara suku Bakr bukan al-Nu'man. Selanjutnya, al-Harith membacakan mu'allaqa ketujuh. Konon al-Harits saat ini sudah lanjut usia, dan mengidap penyakit kusta, sehingga diharuskan membacakan puisinya dari balik tirai. Dia dikatakan memiliki kelahiran yang mulia dan seorang pejuang.

Meskipun mu'allaqa sebagian besar adalah permohonan, diselingi dengan sanjungan Raja Amr, itu dimulai secara konvensional dalam gaya qasida biasa dengan bagian singkat penyesalan atas cinta yang hilang dan deskripsi penerbangan dengan unta. Meterannya adalah khafīf .

Abid al-abros al-asadi

Penyair ini sering mendatangi kerajaan Hajr al-Kindi bapak dari penyair Umrul Qais dan kerajaan Hirah. Ia selalu melantunkan puisi yang diminta oleh Hajr al-Kindi. Dia selalu membela pemuka kaumnya yang tidak mau membayar uang keamanan akan tetapi raja tetap menawan mereka dan membunuh mereka dengan tongkat karena itu penyair ini dikenal Abidul ‘Aso.

Khansa'

Tumāḍir binti Amru bin al-Ḥarth bin al-Sharīd al-Sulamīyah atau dikenal luas dengan nama al-Khansaadalah penyair Arab abad ketujuh. Al-Khansa lahir dan besar di wilayah Najd (wilayah tengah dari Arab Saudi saat ini). Awalnya ia bersebrangan dengan Nabi Muhammad, tetapi kemudian memeluk Islam.

Pada masanya, penyair wanita hanya menyairkan elegi tentang kematian dan melantunkan untuk suku dihadapan khalayak umum. Al-Khansa mendapatkan ketenaran dan pengakuan dari khalayak umum dengan elegi untuk saudara laki-lakinya, Sakhr dan Muawiyah yang tewas dalam pertempuran. Ia dikenal sebagai penyair wanita terbaik dalam literatur sastra Arab. 

 

 

Biografi tokoh penyair pada masa Jahiliyah

Tharafah ibn abd Tharafah menciptakan puisi sejak ia masih kanak-kanak dan dia muncul dalam bidang itu sehingga dalam usia belum mencapai du...